Jumat, 28 Januari 2011

ALBET MAYDIANTORO,S.Pd

Permasalahan-Permasalahan Pelaksanaan Standar Isi (SI) IPS

Pelaksanaan KTSP mata pelajaran IPS yang diberlakukan sejak tahun 2006
menimbulkan berbagai permasalahan di lapangan. Masalah-masalah tersebut
adalah:
1. Sosialisasi KTSP belum merata
Berdasarkan temuan di lapangan khususnya ketika dilakukan berbagai pelatihan yang berkenaan dengan pelaksanaan KTSP baik yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan (Propinsi/Kabupaten/Kota) maupun oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di berbagai daerah, tidak jarang ditemukan guru yang belum paham tentang KTSP. Bila ditelusuri kegiatan sosialisasi ini berawal dari beberapa orang guru dari berbagai daerah diundang oleh BSNP.

Kemudian mereka dijadikan penatar KTSP untuk tingkat nasional dan daerah. Informasi itu diestafetkan kembali di tingkat propinsi sampai daerah. Di daerah tidak seluruh guru dapat mengikuti kegiatan sosialisasi. Kalaupun ada, baru pada tataran MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) bagi mereka yang aktif di MGMP. Sebenarnya estafet informasi itu sudah baik, namun tatkala mereka kembali ke sekolah masing-masing, guru yang diharapkan jadi mediator untuk guru-gurunya di sekolah tidak dan atau kurang memberikan informasi yang telah didapatnya itu. Pada akhirnya tidak sedikit sekolah mengundang para pejabat terkait diundang, mulai dari Kepala Sekolah, Subdin Dikdasmen, Pengawas, dan Pakar Kurikulum untuk menjelaskan tentang dokumen KTSP. Tetapi kegiatan ini hanya dilaksanakan oleh sekolah yang memiliki dana. Bagi sekolah yang tidak memiliki dana, jelas KTSP hanya sebatas yang mereka dengar sehingga pehamanan pada KTSP sangat minim.
Demikian juga dengan pedoman petunjuk teknis KTSP yang belum disosialisasikan menambah kaburnya implementasi kurikulum. Pada akhirnya tidak seluruh sekolah sudah menerapkan KTSP.

2. Guru masih berorientasi pada buku teks, tidak mengacu pada dokumen
Kurikulum Dokumen kurikulum (KTSP) yang dikeluarkan oleh BSNP melalui dinas
pendidikan, baik tingkat pusat dan daerah telah menyebar ke berbagai sekolah sebagai pelaksana dan pengembang kurikulum. Berbagai media, cara dan sarana untuk menyebarkan kurikulum itu telah ditempuh oleh BSNP, seperti workshop, pelatihan, seminar, dan lain sebagainya. Sasaran dari penggunaan berbagai media dan kegiatan itu diharapkan agar pelaksana kurikulum (guru) memahami dan melaksanakan proses belajar mengajar yang mengacu pada kurikulum. Tetapi berdasarkan penemuan di lapangan ketika melakukan pelatihan-pelatihan yang berkenaan dengan PBM, masih banyak guru dalam PBM tidak mengacu pada kurikulum. Mereka lebih memilih pada buku teks yang dianggap sudah menjabarkan kurikulum. Untuk itu tidak jarang guru yang tahu kurikulum hanya pada batas wacana, bukan pada dokumen kurikulum yang sebenarnya. Buku teks menjadi sarana yang memadai dalam menjabarkan kurikulum. Kondisi ini jelas salah, karena seharusnya guru sendiri yang harus menjabarkan dan mengembangkan kurikulum.

3. Dokumen Kurikulum
Standar isi Mata Pelajaran IPS yang memuat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar terdapat dua masalah yaitu sequens dan isi atau content.
a. Sequens
Sequens yang digunakan tidak jelas konsepnya apakah menggunakan pendekatan kronologis, kausalitas, tematis, dan lainnya. Ketidakjelasan penggunaan konsep sequens berdampak pada materi yang tidak jelas urutannya, apakah diurut berdasarkan keluasan ruang lingkup materi, unsure kronologi waktu atau yang lainnya. Terdapat sequens materi yang tidak berurutan, baik SK dan KD tingkat SD, SMP dan SMA. Berikut ini beberapa contoh urutan SK dan KD yang tidak jelas urutannya. Misalnya di SD pada Kelas 3 Semester 2 urutannya yang semula menguraikan contoh jual beli di lingkungan di rumah dan sekolah (KD. No. 2.3) baru kemudian dibahas sejarah uang (KD. No. 2.4), sebaiknya dibahas dahulu sejarah uang baru kemudian dibahas contoh-contoh praktek jual beli. Urutan yang digunakan dalam IPS SMP tidak jelas konsepnya apakah konsep Kurikulum IPS Terpadu, Korelasi, atau Terpisah-Pisah. Walaupun diberi nama IPS Terpadu akan tetapi dalam kenyataannya SK dan KD tetap
terpisah-pisah antara Sejarah, Ekonomi, Geografi dan Sosiologi, sehingga materi yang tercantum dalam SK dan KD tidak berurutan. Ada upaya untuk memadukan dalam suatu tema yang diuraikan dalam KD yang beragam, misalnya KD nya tersebut ada aspek sejarah dan Geografi. Tetapi cara memadukannya tersebut kurang tepat, misalnya pada kelas VII semester 1 KD No. 1.1. dan No. 1.2. tidak ada kaitannya kalau melihat SK No. 1. SK nya lebih dekat dengan geografi sedangkan KD. No. 1.2. berisikan sejarah. Pada sisi lain ada SK yang hanya sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi.
Seperti pada Kelas VII semester 2, SK no. 4, 5 dan 6. SK no. 4 geografi, SK no. 5 sejarah dan SK no. 6 ekonomi.Sequens untuk SMA nampak tidak jelas dalam mata pelajaran Sejarah di Jurusan IPA dan Bahasa sebaiknya disamakan dengan sequens pada jurusan IPS. Hal ini penting agar ada penyeragaman materi sebab misi pelajaran sejarah adalah membangun jati diri bangsa dengan menanamkan nilai-nilai kebangsaan.
b.Materi (content)
Pada umumnya materi mata pelajaran IPS dan alokasi waktu yang disediakan kurang proporsional. Waktu yang diberikan sangat singkat sedangkan materi yang harus diberikan cukup banyak. Misalnya jumlah mata pelajaran sejarah di Program IPA SMA hanya satu jam sementara materi yang harus diberikan cukup banyak. Begitu pula pelajaran Geografi pada kelas 1 hanya diberikan waktu 1 jam. Begitu pula dalam mata pelajaran Ekonomi, KD pada mata pelajaran ekonomi kelas XII IPS terlalu padat. Pada Kelas X materi pelajaran ekonomi terlalu banyak, alokasi jamnya tidak cukup. Selain alokasi waktu yang tidak proporsional, terdapat juga sebaran materi yang tidak merata, khususnya pada IPS di SD dan SMP. Semestinya proporsi sebaran materi sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi merata pada setiap semester dan kelas. Misalnya materi IPS SD untuk kelas V hampir seluruhnya materi sejarah. Begitu pula IPS SMP, pada kelas VII semester 1 materi Sejarah sangat sedikit, hanya ada dalam satu KD dan itupun berada dalam SK yang lebih cocok untuk geografi.

4. Penyusunan Program Silabus dan RPP
Guru dalam menyusun Silabus dan RPP belum banyak memperlihatkan kekhasan pada satuan pendidikannya. Tuntutan KTSP yang harus memperlihatkan situasi dan kondisi sekolah atau daerah semestinya menjadi bahan dalam materi pelajaran. Hal ini terjadi dikarenakan perumusan indicator dan tujuan belum dirumuskan sendiri oleh guru. Ada kecenderungan, guru-guru membuat indikator mengcopy dari buku teks yang mencantumkan indicator dari masing-masing materi yang akan disampaikan. Selain itu guru harus bisa membedakan rumusan indikator dan tujuan, sehingga tidak rancu dalam merumuskan silabus dan RPP. Pemahaman terhadap perbedaan indikator dan rumusan tujuan, ada perbedaan antara guru dan pengawas di lapangan. Hal ini dapat menyulitkan guru dalam merumuskan Silabus dan Indikator, karenakedudukan pengawas sebagai penilai kinerja guru.

5. Struktur Program
Struktur program pada mata pelajaran IPS masih menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara alokasi waktu yang disediakan dengan keluasan materi yang harus disampaikan kepada siswa. Khususnya pada mata pelajaran Geografi SMA kelas X, Sejarah untuk kelas X dan program IPA.

6. Strategi Pembelajaran
Ada suatu kecenderungan pemahaman yang salah bahwa pelajaran IPS adalah pelajaran yang cenderung pada hafalan. Pemahaman seperti ini berakibat pada pembelajaran yang lebih menekankan pada verbalisme. Guru dalam menerapkan metode pembelajaran lebih menekankan pada metode yang lebih menekankan pada aktivitas guru, bukan pada aktivitas siswa. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang variatif. Misalnya guru lebih banyak menggunakan metode ceramah bahkan menyuruh siswa untuk mencatat.

7. Penilaian
Penilaian merupakan salah satu cara untuk mengukur keberhasilan pencapaian indikator dan tujuan yang telah ditetapkan baik dalam silabus maupun RPP. Bentuk penilaian yang digunakan hendaknya harus sesuai dengan tuntutan indikator dan tujuan. Pada umumnya guru melakukan penilaian lebih banyak menggunakan alat-alat penilaian yang masih konvensional yaitu tes tertulis. Tes yang digunakan pun masih banyak mengukur aspek kognitif pada jenjang yang lebih rendah misalnya kemampuan untuk menyebutkan. Penggunaan bentuk tes yang demikian disebabkan oleh pemahaman yang salah tentang materi IPS. Materi IPS dipahami sebagai materi yang hapalan saja, sehingga tes yang digunakan pun lebih menekankan pada hapalan. Padahal berbagai keterampilan berpikir dalam IPS bisa diuji melalui penilaian yang dibuat oleh guru.

8. Sarana Pembelajaran
Sarana pembelajaran sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS. Pada umumnya sarana untuk mendukung pembelajaran IPS masih sangat minim. Belum adanya semacam laboratorium IPS yang dapat dijadikan tempat siswa untuk mempraktekan materi-materi yang disampaikan di kelas. Misalnya ada laboratorium bagi siswa untuk mempraktekan bagaimana melakukan penginderaan jauh, praktek bagaimana cara bertransaksi dengan bank, praktek bagaimana mengenal benda-benda bersejarah, dan lain-lain. Dengan adanya sarana pembelajaran yang baik maka pembelajaran IPS dapat melihat realitas kehidupan sehari-hari yang merupakan suatu fenomena sosial. Pemahaman seperti inilah menjadikan IPS tidak lagi dipahami sebagai mata pelajaran hafalan.

9. Kualifikasi Guru
Ada suatu anggapan bahwa pelajaran IPS adalah pelajaran yang mudah karena hanya hafalan saja, sehingga siapa saja dapat mudah menjadi guru IPS. Anggapan ini berdampak pada kualifikasi guru IPS. Masih banyak guru yang mengajar IPS tidak memiliki latar belakang pendidikan IPS. Padahal untuk menjadi guru IPS harus`memiliki latar belakang pendidikan IPS. Hal ini disebabkan IPS merupakan satu disiplin ilmu yang memiliki konsep dan teoriteori, yang hanya dapat dipahami melalui jalur pendidikan profesional. Apabila guru yang mengajar IPS bukan berlatar belakang pendidikan IPS, maka akan sulit memahami konsep-konsep atau teori-teori yang ada dalam IPS. Guru yang demikian akan berdampak pada cara pembelajaran yang dilakukannya. Ada kemungkinan pembelajaran yang dilakukan lebih menekankan pada hafalan saja, sehingga keterampilan-keterampilan berpikir dalam IPS tidak
dikembangkan.


 Pemecahan Masalah Terhadap Pelaksanaan Standar Isi IPS

Berdasarkan uraian masalah terhadap pelaksanaan standar isi IPS, maka perlu
dilakukan berbagai pemecahan masalah sebagai berikut :
1. Sosialisasi KTSP
Sosialisasi KTSP hendaknya tidak hanya mengandalkan pada instansi yang bersifat
struktural seperti BSNP, Dinas Pendidikan (Propinsi, Kabupaten, Kota), dan lainlain.
Sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah lebih bersifat pro aktif dalam melaksanakan sosialisasi. Hendaknya sekolah sendiri secara internal melakukan sosialisasi KTSP. Sekolah dapat menggunakan guru yang telah dilatih untuk menjadi instruktur di sekolahnya dalam pelatihan KTSP. Hal terpenting adalah adanya kepedulian dari Kepala Sekolah untuk melakukan pelatihan KTSP di sekolahnya. Dengan cara demikian maka sosialisasi KTSP akan semakin merata.

2. Dokumen
Dokumen standar isi yang memuat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar perlu ditata kembali. Dalam penataan tersebut harus memperhatikan landasanlandasan kurikulum yang akan dipakai. Sequens materi harus jelas landasan konsepnya. Misalnya pada tingkat SD diorganisasikan secara terpadu. Sedangkan pada tingkat SMP ada dua pilihan, yaitu pertama, kalau ingin mengembangkan IPS Terpadu, maka SK dan KD yang dikembangkan harus lebih menggunakan pendakatan tematis. Kedua, apabila disiplin pada masing-masing ilmu sosial masih nampak maka menggunakan model pengorganisasian yang korelasi. Sedangkan untuk tingkat SMA pengorganisasian materi digunakan dengan pendekatan terpisah-pisah, artinya sejarah diajarkan sebagai sejarah, ekonomi sebagai ekonomi, sosiologi sebagai sosiologi, dan geografi sebagai geografi.

Selain pengorganisasian materi yang jelas, hal yang harus dilakukan adalah sequens dan content harus jelas. Materi yang dicantumkan harus disederhanakan dan proporsional. Tidak ada pengulangan materi pada jenjang berikutnya dan tidak ada penumpukkan materi pada semester-semester tertentu. Sequens bisa dilihat dari aspek kronologi, tingkat kesulitan, dan keluasan materi. Mulai dari penyajian materi yang mudah, sedang hingga sulit dipahami. Begitu pula dalam keluasan materi, mulai dari ruang lingkup yang kecil hingga ke ruang lingkup yang meluas.

3. Penyusunan Program Silabus dan RPP
Untuk mengatasi kesulitan guru dalam merumuskan Silabus dan RPP, hendaknya perlu dilakukan pelatihan-pelatihan mengenai bagaimana menyusun Silabus dan RPP yang baik. Agar guru dapat menyusun Silabus dan RPP yang baik hendaknya guru dapat mengenal dan mengidentifikasi apa yang menjadi ciri khas sekolah dan daerahnya. Harus ada pedoman penyusunan Silabus dan RPP baik yang bersifat umum maupun yang bersifat lokal. Pemahaman guru terhadap kekhasan lokal perlu adanya sosialisasi dengan pihak pemda, dinas pendidikan dan sekolah. Pemda harus`menetapkan apa yang menjadi keunggulan lokal dari daerah tersebut yang akan dituangkan dalam program pendidikan. Program pemda tersebut kemudian disosialisasikan kepada sekolah melalui dinas pendidikan.

4. Struktur Program
Struktur program mata pelajaran IPS hendaknya proporsional antara lingkup materi dengan alokasi waktu yang disediakan. Perlu ditata ulang struktur program mata pelajaran IPS. Apabila ruang lingkup materi akan tetap seperti sekarang maka perlu ditambah alokasi waktunya. Sebaliknya apabila alokasi waktu tetap seperti yang tercantum sekarang maka sebaiknya ruang lingkup materi disederhanakan. Penyederhanaan materi harus menekankan pada materi-materi yang bersifat esensial.

5. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam mata pelajaran IPS hendaknya lebih menekankan pada aktivitas siswa. Metode pembelajaran yang dilakukan hendaknya yang menuntut berbagai jenjang kemampuan siswa. Jenjang kemampuan siswa yang dituntut tidak hanya pada level yang rendah, misalnya kemampuan menghafal. Berbagai keterampilan berpikir dapat dikembangkan, misalnya kemampuan berpikir kritis dilakukan dengan metode diskusi, kemampuan melakukan penelitian atau obserbasi menggunakan metode proyek, kemampuan afektif menggunakan metode role playing atau sosio drama, dan contoh-contoh yang lainnya. Agar guru dapat menguasai berbagai metode mengajar maka perlu dilakukan pelatihan tentang berbagai metode mengajar dalam mata pelajaran IPS.

6. Penilaian
Penilaian berfungsi untuk mengukur ketercapaian kompetensi, indikator dan tujuan yang telah ditetapkan dalam silabus dan RPP. Penilaian yang dikembangkan hendaknya tidak terbatas pada penggunaan tes saja. Guru harus menggunakan berbagai model alat penilaian, seperti asesmen kinerja, portofolio, dan jenis-jenis penilaian non tes. Penetapan penggunaan alat penilaian tergantung kepada rumusan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam mata pelajaran IPS berbagai keterampilan dapat dikembangkan, misalnya keterampilan sosial menggunakan alat penilaian skala sikap, keterampilan penelitian menggunakan asesmen portofolio, dan yang lainnya.

7. Sarana Pembelajaran
Sarana pembelajaran sangat penting dalam menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran. Pada umumnya sarana pembelajaran IPS sangat penting. Untuk memecahkan hal demikian maka sebaiknya guru menggunakan sarana pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar. Misalnya apabila sekolah tersebut dekat dengan pasar maka gunakanlah untuk mempraktekan pelajaran ekonomi dan sosiologi. Dalam mata pelajaran ekonomi guru dapat menugaskan kepada siswa untuk mempraktekan bagaimana jual beli dan pertukaran barang. Pelajaran sosiologi dapat mempraktekan materi bagaimana interaksi sosial yang terjadi di pasar. Begitu pula apabila ada situs-situs sejarah yang dekat guru dapat menjadikan sarana pembalajaran mata pelajaran sejarah. Mata pelajaran Geografi dapat melihat bagaimana kondisi geografis yang dekat dengan sejarah. Misalnya apabila di dekat sekolah ada kawasan yang penuh dengan batuan-batuan maka guru dapat menggunakan daerah tersebut untuk praktek mengenal berbagai jenis batuan.

Dengan cara penggunaan sarana yang demikian, maka model pembelajaran yang digunakan oleh guru lebih melihat kepada apa yang dapat dilihat langsung oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Model seperti ini dikenal dengan istilah Contextual Teaching Learning (CTL).

8. Kualifikasi Guru
Kurangnya guru yang berkualifikasi dalam mata pelajaran IPS dapat dilakukan melalui pengangkatan guru yang sesuai dengan bidangnya. Selain itu, guru yang ada dan berlatar belakang bukan IPS dapat diberikan semacam pelatihan secara intensif mengenai materi IPS dan bagaimana cara pembelajarannya. Cara seperti ini dilakukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru IPS.